Selasa, 08 November 2011

PESAN-PESAN POLITIK (A-IK-5)


Anggota Kelompok:
Ichwarika Vidya N. (0911220020)
Sekar Arum N.       (0911220122)
Tasyah Istitika U.    (0911223123)
Tutik Hidayati         (0911223125)
Zahra Mahdiatari    (0911223130)
         
          Komunikator  merupakan partisipan yang menyampaikan informasi politik. Pesan Politik adalah informasi, fakta, opini, keyakinan politik. Media merupakan wadah (medium) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (misalnya surat kabar, orasi, konperensi pers, televisi, internet. Demonstrasi, polling, radio). Komunikan  adalah partisipan yang diberikan informasi politik oleh komunikator. FeedBack sebagai hasil dari kegiatan komunikasi adalah tanggapan dari komunikan atas informasi politik yang diberikan oleh komunikator.
Kami akan membahas tentang salah satu bagian dari proses komunikasi politik yang sudah disebutkan di atas yaitu pesan politik. Ada beberapa pengertian tentang pesan politik. Yang pertama, pesan politik adalah informasi, fakta, opini, keyakinan politik. Ada juga yang mengatakan bahwa pesan politik merupakan isu-isu yang disampaikan komunikator kepada komunikan. Jadi intinya, pesan politik merupakan informasi-informasi, isu-isu yang disampaikan oleh komunikator melalui media kepada komunikan. Terdapat beberapa jenis komunikator politik utama, antara lain:
1.      Politikus
Politikus adalah orang yang dipilih, ditunjuk ata pejabat karier yang direkrut menjadi pegawai negeri. Politikus terdiri dari 2 jenis:
a.       Wakil suatu kelompok/langganan, disebut juga makelar, yaitu orang yang melakukan politik dengan tujuan kepentingan politik kelompoknya.
b.      Ideolog atau orang yang mengejar tujuan untuk kebajikan lebih luas, bahkan mereka ingin melakukan reformasi atau revolusi sekalian. Para ideolog ini biasanya disebut pesilat lidat yaitu orang yang menawarkan gagasan lebih baik.
Politikus bisa dilihat dari 3 hal :
·         Orang yang berada di dalam atau di luar jabatan pemerintah
·         Berpandangan nasional atau subnasional (daerah)
·         berurusan dengan masalah ganda atau tunggal.

2.      Profesional
Kelompok profesional ini muncul karena adanya media massa seperti koran atau televisi dan media khusus seperti majalah atau radio. Profesional disebut juga makelar simbol yaitu orang yang menerjemahkan sikap pengetahuan dan minat suatu komunikast bahasa ke dalam komunitas bahasa lain yang berbeda tetapi menarik dan dapat dimengerti. Komunikator profesional ini dapat dibagi menjadi 2 jenis:

a.       Jurnalis yaitu karyawan organisasi berita. Jurnalis ini memiliki fungsi:
·           Mengatur pemimpin pemerintah berbicara satu sama lain.
·           Menghubungkan pemimpin pemerintah dengan publik umum
·           Menghubungkan publik umum dengan pemimpin pemerintah.
b.      Promotor, yaitu orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu seperti:
·           Agen publisitas tokoh masyarakat
·           Personel humas organisasi masyarakat atau swasta
·           Sekretaris pers kepresidenan
·           Personel periklanan
Perbedaan antara jurnalis dengan promotor adalah:
·           Tingkat ketidakbergantungan pekerjaan pada perintah majikan
·           Tergantung pada sumber/khalayak
c.       Aktivis politik
Aktivis politik adalah orang yang terjun ke dalam politik hanya part time (waktu senggang) maka disebut juga volunteer atau sukarelawan. Aktivis politik terdiri dari 2 jenis:
a.       Juru bicara kepentingan terorganisasi. Ia menjadi juru bicara atau penyambung lidah kepentingan organisasi contohnya pemimpin gerakan sosial, hasyim muzadi juru bicara Ormas NU.
b.      Pemuka pendapat, yaitu orang yang dihormati, diminta petunjuk dan informasi oleh masyarakat berkaitan dengan suatu peristiwa politik. Biasanya pemuka pendapat berfungsi untuk:
·         Mempengaruhi keputusan orang lain
·         Meyakinkan orang lain kepada cara berpikir mereka
·         Meneruskan informasi politikd ari media ke masyarakat.

PESAN DALAM KOMUNIKASI POLITIK.
Membicarakan pesan (message) dalam proses komunikasi, kita tidak bisa lepas dari apa yang disebut simbol dan kode, karena pesan dikirim komunikator kepada penerima terdiri atas rangkai simbol dan kode. Sebagai makhluk sosial dan makhluk komunikasi, manusia dalam hidupnya diliputi oleh berbagai macam simbol, baik yang diciptakan oleh manusia itu maupun yang bersifat alami.
Manusia dalam keberadaannya memang memiliki keistimewaan dibading dengan makhluk yang lain. Selain kemampuan daya pikirnya , manusia juga memiliki keteramplian berkomunikasi yang lebih indah dan lebih canggih, sehingga dalam berkomunikasi mereka bisa mengatasi rintangan jarak dan waktu. Manusia menciptakan simbol-simbol dan memberi arti pada gejala-gejala alam yang ada disekittarnya, sementara hewan hanya dapat mengandalkan bunyi.
Simbol-simbol yang digunakan selain sudah ada yang diterima menurut konvensi internasional, seperti simbol-simbol lalu lintas, alfabet latin, simbol matematika, juga terdpat simbol lokal yang hanya bisa dimengerti oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Banyak kesalahan komunikasi (miscommunication) terjadi dalam masyarakat kerena tidak memahami simbol-simbol lokal.
Menurut Cangara (2004:95) bahwa simbol adalah suatu proses komunikasi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya yang berkembang pada suatu masyarakat. Simbol tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.       semua kode memiliki unsur nyata
b.      semua kode memiliki arti
c.       semua kode tergantung pada persetujuan para pemakainya
d.      semua kode memiliki fungsi
e.       semua kode dapat dipindahkan, apakah melalui media atau saluran-saluran komunikasi lainnya.
Simbol atau kode pada dasarnya dapat dibedakan atas dua macam, yaitu kode verbal dan kode non verbal.
a.       Kode verbal dalam pemakainnya, menggunakan bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti. Bahasa mempunyai banyak fungsi, menurut Cangara (2004:95) bahwa bahasa mempunyai tiga fungsi  yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif, yaitu untuk mempelajari tentang dunia sekeliling dan untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia.
Untuk mempelajari dunia sekeliling kita, bahasa menjadi peralatan yang sangat penting untuk memahami lingkungan. Melalui bahasa, kita dapat mengetahui sikap, perilaku dan pandangan suatu bangsa, meski kita belum pernah berkunjung ke negaranya.
Bahasa mengembangkan pengetahuan kita, agar kita dapat menerima sesuatu dari luar dan juga berusaha untuk menggambarkan ide-ide kita kepada orang lain. sebagai alat pengikat dan perekat dalam hidup bermasyarakat, bahasa dapat membantu kita menyusun struktur pengetahuan menjadi logis dan mudah diterima oleh orang lain. Sebab bagaimanapun bagusnya sebuah ide, kalau tidak disusun dengan bahasa yang sistematis sesuai dengan aturan yang telah diterima, maka ide yang baik itu akan menjadi kacau. menurut Benyamin Lee Whorf (dalam Cangara, 2004:97) bahwa bahasa bukan hanya membagi pengalaman, tetapi juga mebentuk pengalaman itu sendiri.
b.      Kode Non-verbal
Manusia dalam berkomunikasi selain memakai kode verbal (bahasa) juga memakai kode non-verbal. Kode nonverbal menurut Cangara (2004:99) bahwa kode nonverbal bisa disebut bahasa isyarat atau bahasa diam (silent languange).
Kode nonverbal yang digunakan dalam berkomunikasi, sudah lama menarik perhatian di kalangan antropologi, bahasa, bahkan dari bidang kedokteran. Menurut Mark Knapp (1978) dalam Cangara (2004:100) menyebut bahwa penggunaan kode nonverbal dalam berkomunikasi memiliki fungsi:
1)      meyakinkan apa yang telah diucapkan (repetition)
2)      menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata
3)      menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity)
4)      menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum sempurna.
Pemberian arti terhadap kode nonverbal sangat dipengaruhi oleh sistem sosial budaya masyarakat yang menggunakannya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada hal-hal yang unik, seperti makin langkanya orang yang bisa menganut prinsip satu kata dan perbuatan, makin banyak orang yang pintar bicara tetapi tidak disertai perbuatan yang sesuai dengan ucapannya. Ataukah kita sering dihadapkan pada sesuatu yang justru kontradiksi dengan persepsi kita. misalnya orang cenderung menggunakan atribut tertentu justru untuk menipu orang lain.

TEKNIK PENGOLAHAN PESAN
Menurut Cassandra dalam Cangara (2004:111) bahwa terdapat dua model penyusunan pesan, yakni penyusunan pesan yang besifat informatif dan penyusunan pesan yang bersifat persuasif.
a.       Penyusunan Pesan yang Bersifat Informatif
Model penyusunan pesan yang bersifat informatif lebih banyak ditujukan pada perluasan wawasan dan kesadaran khlayak. Prosesnya lebih banyak bersifat difusi atau penyebaran, sederhana, jelas, dan tidak banyak menggunalan jargon atau istilah-istilah yang kurang populer di kalangan khalayak. Ada empat macam penyusunan pesan yang bersifat informatif, yakni:
1)      Space Order, penyusunan pesan yang melihat kondisi tempat atau ruang, seperti international, nasional, dan daerah.
2)      Time Order, penyusunan pesan berasarkan waktu atau periode yang disusun secara kronologis
3)      Deductive Order, penyusunan pesan mulai dari hal-hal yang bersifat umum kepada khusus. Misalnya penyusunan GBHN
4)      Inductive Order, penyusunan pesan yang dimulai dari hal-hal khusus ke hal-hal yangb bersifat umum.
Model penyusunan pesan informatif banyak dilakukan dalam penulisan berita dan artikel oleh para wartawan dengan memakai model piramid.

b.      Penyusunan Pesan yang Bersifat Persuasif
Model penyusunan pesan yang bersifat persuasif memiliki tujuan untuk mengubah persepsi, sikap dan pendapat khalayak. Sebab itu, penyusunan pesan persuasif memiliki sebuah proposisi. Proposisi disini ialah apa yang dikehendaki sumber terhadap penerima sebagai hasil pesan yang disampaikannya, artinya setiap pesan yang dibuat diinginkan adanya perubahan.
Menurut Cangara (2004:113), terdapat beberapa cara yang dapat digunakan dalam penyusunan pesan yang memakai teknik persuasi, antara lain :
1)      Fear Appeal, motode penyusunan pesandengan menimbulkan rasa ketakutan kepada khalayak. Sebenarnya khalayak kurang senang menerima pesan yang disertai ancaman yang menakutkan, sebab meraka tidak memiliki kebebasan untuk menentukan sikap dan mengemukakan pendapatnya. tetapi dalam hal tertentu, khalayak harus menerima karena bisa mengancam dirinya.
2)      Emotional Appeal, cara penyusunan atau penyampaian pesan dengan berusaha menggugah emosional khalayak. misalnya dengan mengungkapkan masalah suku, agama, kesenjangan ekonomi, diskriminasi, dan sebagainya. Bentuk lain dari emotional appeal adalah propaganda. dalam komunikasi bisnis, propaganda banyak sekali digunakan dalam bentuk iklan, agar konsumen bisa membeli barang.
3)      Reward Appeal, cara penyusunan atau penyampaian pesan menawarkan janji-janji kepada khalayak. dalam berbagai studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan reward appel, ditemukan bahwa dengan menjanjikan uang Rp. 1 juta, seorang cenderung mengubah sikap daripada menerima janji uang Rp. 50 ribu.
4)      Motivational Appeal, teknik penyusunan pesan yang dilakukan bukan karena janji-janji, tetapi disusun untuk menumbuhkan internal psikologis khalayak sehingga mereka dapat mengikuti pesan-pesan itu, misalnya menumbuhkan rasa nasionalisme atau gerakan memakai produksi dalam negeri.
5)      Humoris Appeal, teknik penyusunan pesan yang dilakukan dengan humor, sehingga penerimaan pesan khalayak tidak merasa jenuh. Pesan yang disertai humor mudah diterima, enak dan menyegarkan. hanya saja dalam penyampaian pesan yang disertai humor diusahakan jangan sampai terjadi humor yang lebih dominan daripada materi yang ingin disampaikan.

Keberhasilan dalam mengelolah dan menyusun pesan-pesan secara efektif perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1)      pesan yang disampaikan harus dikuasai lebih dahulu, termasuk struktur penyusunannya yang sistematis
2)      mampu mengemukakan argumentasi secara logis. Untuk itu harus mempunyai alasan-alasan berupa fakta dan pendapat yang bisa mendukung materi yang disajikan.
3)      memiliki kemampuan untuk membuat intonasi bahasa, serta gerakan-gerakan nonverbal yang dapat menarik perhatian khlayak.

Berikut adalah beberapa isu politik yang nantinya dapat menjadi perbandingan pesan seperti apa yang ingin di ungkapkan oleh komunikator politik :
Ø  Aksi peledakan bom di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Kota Solo, Jawa Tengah, Minggu 25 September 2011.
Memaknai Pesan Politik Bom Solo
Tribun Timur - Senin, 26 September 2011 20:00 WITA

SBY menegaskan peledakan bom di Kota Solo itu membuktikan ancaman teror masih ada dan nyata di tanah air, sekaligus meminta rakyat harus dilindungi. Sikap pemerintah yang meminta kelompok tersebut tidak mengorbankan masyarakat banyak, tetapi seruan demikian tidak cukup, melainkan SBY harus bertindak. Aksi peledakan bom di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Kota Solo, Jawa Tengah, Minggu 25/9/2011 itu, menjadikan Kota Solo kembali menjadi sorotan publik. Sejumlah korban berjatuhan, satu di antaranya tewas diduga kuat adalah pelaku serta puluhan korban luka lainnya.
Aksi bom bunuh diri itu kian memperpanjang catatan maraknya kekerasan di negeri ini. Harapan masyarakat terhadap negara dalam menciptakan rasa aman, kian sulit terwujudkan, justru menguatkan indikasi negara gagal dalam memberi rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. Kesulitan pihak keamanan mengendus ancaman teror bom karena pola yang diterapkan pelaku teror kian variatif dan jaringan menguat.
Secara kuantitas mereka meningkat disertai  jaringan meluas sehingga sulit terendus secara tepat, disamping diakui bahwa pihak keamanan masih tergolong lemah sehingga tidak bisa menjinakkan aksi-aksi serupa. Di sisi lain, mencermati pergerakan pelaku teror tampak kuantitasnya meningkat, meski kualitasnya menurun. Isu-isu yang disebarkan masih seputar isu lama diikuti pergerakan yang lebih sempit. Hal itu terdetek dari aksi mereka yang hanya berkisar seputaran masjid, gereja dan kantor polisi.

Pesan politik:
Arus pergerakan teroris melalui aksi pengeboman gereja di Solo dapat dimaknai sebagai upaya mereka menyampaikan pesan-pesan politik kelompok tersebut di hadapan publik. Mereka meyakini tindakannya akan dipublikasikan sejumlah media atas aksi tersebut, meski dalam bentuk kutukan sekalipun. Pesan utama yang dapat dimaknai dari peristiwa tersebut adalah sejatinya tetap mewaspadai bahaya teroris. Disamping itu sejumlah pesan-pesan politik perlu dijabarkan.  Pertama, mereka ingin menunjukkan eksistensi bahwa jaringan mereka masih ada bahkan justru menguat dengan sebaran jaringan yang variatif. Menipis.
Ketiga, melemahkan sistem sosial dan ekonomi. Dipastikan dampak aksi terorisme akan berdampak terhadap kesinambungan kehidupan perekonomian. Investor asing senantiasa menjadikan aspek keamanan menjadi hal penting untuk melakukan investasi ekonomi. Disamping itu, aksi bom bunuh diri juga ditengarai akan melemahkan sistem sosial dalam tatanan kehidupan masyarakat. Keempat, menciptakan rasa takut dengan tekanan psikologis yang mendera setiap saat dan dimanapun aksi kekerasan melalui pengeboman terus berkelanjutan. Tekanan psikologis dengan tumbuhnya rasa takut yang akut, niscaya kelak melahirkan keletihan sosial menghadapi beragam isu hingga pengalihan isu, berpotensi melahirkan kemarahan atau sebaliknya masyarakat apatis dalam kepanikan pelakunya
Upaya-upaya mereka melakukan aksi kekerasan melalui bom bunuh diri dilatari keinginan menunjukkan eksistensi diri melalui sebaran media yang menyajikan berita aksi mereka hingga belahan penjuru dunia. Meskipun sejumlah tokoh utama teroris sekaliber Noordin M Top dilumpuhkan, bukan berarti jaringan mereka terputus atau kekuatan mereka menjadi lumpuh. Setidaknya mereka tetap menjadi ancaman serius di negeri ini.
Kedua, merusak sistem dan tatanan politik. Diyakini aksi bom bunuh diri juga memiliki pesan politik, setidaknya ikut memperkeruh suasana perpolitikan di tanah air yang semakin karut marut. Berbagai teror bom selama ini acapkali dinilai bermotif politis, pasalnya bagi kelompok teroris berupaya menyita perhatian dengan mengacaukan kondisi politis hingga titik ketidakstabilan politik yang mengharuskan pemerintah memberi perhatian terhadap kelompok mereka. Hal itupun terwujud, tepatnya SBY harus turun gunung menenangkan masyarakat untuk tetap merasa aman dan tidak terprovokasi.
Sisi politik lainnya, justru para politisi mendulang popularitas dengan sengaja memelihara isu tersebut sehingga lahir politik pembiaran. Jika demikian adanya, maka harapan terjadinya stabilitas di tengah masyarakat kian menipis.Ketiga, melemahkan sistem sosial dan ekonomi. Dipastikan dampak aksi terorisme akan berdampak terhadap kesinambungan kehidupan perekonomian. Investor asing senantiasa menjadikan aspek keamanan menjadi hal penting untuk melakukan investasi ekonomi. Disamping itu, aksi bom bunuh diri juga ditengarai akan melemahkan sistem sosial dalam tatanan kehidupan masyarakat.
Keempat, menciptakan rasa takut dengan tekanan psikologis yang mendera setiap saat dan dimanapun aksi kekerasan melalui pengeboman terus berkelanjutan. Tekanan psikologis dengan tumbuhnya rasa takut yang akut, niscaya kelak melahirkan keletihan sosial menghadapi beragam isu hingga pengalihan isu, berpotensi melahirkan kemarahan atau sebaliknya masyarakat apatis dalam kepanikan.
Deradikalisasi
Upaya-upaya serius membendung arus kekerasan yang acapkali berjubah agama dan menumbuhkan sentimen agama, dapat diwujudkan dengan gerakan deradikalisasi. Gerakan ini relevan guna membendung arus terorisme terpaut doktrin keagamaan atau ideologi pelakunya.Militansi yang terbangun dari ideologi mereka menjadi persoalan serius. Maka upaya deradikalisasi dan deideologisasi menjadi keharusan. Untuk itu, para tokoh agama sepatutnya menjadi lokomotif mengamputasi pergerakan teroris dengan tindakan deradikalisasi untuk meminimalisir pemahaman agama yang keliru soal jihad dan perilaku kekerasan atas nama agama. Penganjur intoleransi dan penyeru tafsir kebencian lahir dari sikap beragama yang antagonis-nativistik, merasa diri paling benar dan yang diluar dirinya adalah musuh. Ihwalnya karena mereka membaca agama dalam spektrum sempit-literal, sehingga berbalut dalam ideologisasi dan doktrin yang radikal-fundamental. Peliknya lagi, dari rahim kelompok ekslusif ini menggejala sebagai bentuk riil perlawanan terhadap hegemoni kekuasaan negara yang menerapkan demokrasi bukan berdasar syariat Islam. Selaras dengan itu, mereka berupaya membendung imprealisme global atas dunia Islam dengan tindakan kekejian, bom bunuh diri.
 
Ø  Pengiriman peti mati secara misterius kepada beberapa perusahaan media di Indonesia, salah satunya kompas.com
Peti Mati, Pengalihan Isu Politik yang Memuakkan
Kompas.com – 6 Juni 2011, 11:33

Pagi ini sejumlah media menerima kiriman peti mati. Seperti diberitakan, dalam peti mati yang salah satunya dikirim untuk General Manager Business Kompas.com Edi Taslim, Senin (6/6/2011) pagi ini, terdapat  tulisan www.restinpeacesoon.com di kertas yang disematkan pada sebatang mawar putih.
Dari penelusuran Kompas.com, pemilik situs tersebut adalah Dukha Ngabdul Wasih, yang beralamat di daerah Kampung Pulo, Cengkareng Jakarta. Saat dihubungi, telepon selulernya selalu bernada sibuk. Adapun situs www.restinpeacesoon.com sendiri saat diakses hanya ada tulisan under construction alias masih kosong melompong.
Menurut saya, pengiriman peti mati tersebut hanyalah pengalihan isu-isu politik yang ada. Tetapi dengan cara yang sangat memuakkan dan norak. Apalagi ketika lebih dari satu media yang mendapat kiriman. Artinya tidak ada fokus yang dituju. Kalau mau protes pemberitaan, rasanya tidak juga tepat. Karena rasanya tidak ada berita yang tidak berimbang.
Sebenarnya kita muak dengan pengalihan-pengalihan isu politik yang seperti ini. Kita seperti dibohongi oleh mereka yang punya uang, oleh mereka yang punya kekuasaan. Kita sudah terlalu stress dengan pengalihan-pengalihan isu yang seperti ini yang jadi menu sarapan pagi, santapan waktu siang, pandangan di sore hari, dan bahkan pengantar tidur.
Semoga lahir pemimpin negara yang tidak senang pengalihan-pengaligan isu. Karena sesungguhnya pengalihan isu hanyalah kerja orang yang tidak punya kerja, tidak punya prestasi, bingung sendiri dan sebentar lagi akan sembunyi di sel.***

Ø  Reshuffle kabinet Susilo Bambang Yudhoyono
SBY Ingin "Reshuffle" Kabinet Rampung Pekan Depan
Suhartono | Robert Adhi Ksp | Sabtu, 8 Oktober 2011 | 22:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki keinginan kuat untuk merampungkan seluruh proses dan tahapan reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II pada pekan depan.
Adapun pengumuman mengenai postur baru Kabinet Indonesia Bersatu II wajah baru dijadwalkan jika tidak tepat dua tahun masa pemerintahannya, yaitu 20 Oktober mendatang, atau sebelumnya.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa, Sabtu (8/10/2011), kepada Kompas di Jakarta, mengatakan, pada periode itu, ada tiga tahapan yang akan segera dilakukan oleh Presiden Yudhoyono. "Mulai dari pertemuan dengan pimpinan partai politik pendukung koalisi, pemberitahuan kepada mereka yang akan diganti atau digeser dan pemanggilan calon menteri," ujar Daniel.
"Ketiga proses itu saya kira akan simultan dilakukan oleh Presiden Yudhoyono pada pekan depan hingga sebelum 20 Oktober," tambah Daniel.
Menurut Daniel, dalam kocok ulang kabinet itu, Presiden Yudhoyono sepenuhnya mengendalikan seluruh proses reshuffle kabinet bersama Wakil Presiden Boediono. "Sebab, Presiden Yudhoyono sangat mengetahui bahwa sisa tiga tahun pemerintahannya adalah pertaruhan dan perjanjiannya dengan rakyat yang memilihnya," jelas Daniel.
Oleh karena itu, reshuffle kabinet menjadi keinginan Presiden Yudhoyono dan juga sekaligus keinginan rakyat yang memilihnya. "Reshuffle kabinet kali ini menjadi sesuatu yang personal bagi Presiden dan juga emosional," lanjut Daniel lagi.

PEMBICARAAN POLITIK
Di dalam pesan politik, terdapat pembicaraan politik. Yang merupakan pembicaraan-pembicaraan semua yang terkait dengan politik. Pembicaraan mencakup jauh lebih banyak dari pada kegiatan verbal atau tertulis. Tiga jenis pembicaraan yang mempunyai kepentingan politik yaitu : Pembicaraan kekuasaan, pembicaraan pengaruh dan pembicaraan autoritas. Salah satu yang menjadi ciri khas komunikator dalam komunikasi poliyik adalah mereka ( waraga negara, pejabat, dll) yang menyampaikan pesan (pembicaraan) tentang politik. David V.J Bell (dalam Nimmo, 1989) meyakini terdapat tiga jenis pembicaraan yang mempunyai kepentingan politik. Tiga jenis pembicaraan politik tersebut adalah:
1.      Pembicara kekuasaan merupakan pembicaraan yang mempengaruhi orang lain dengan ancaman atau janji. Bentuknya yang khas adalah ”jika anda melakukan X, saya akan melakukan Y.” kunci pembicaraan kekuasaan adalah bahwa ’saya’ mempunyai kemampuan untuk mendukung janji maupun ancaman (baca kekuasaan koersif).
2.      Pembicaraan pengaruh merupakan pembicaraan yang mempengaruhi orang lain dengan nasihat, dorongan, permintaan, dan peringatan. Bentuknya yang khas adalah ”jika anda melakukan X, maka akan terjadi Y.” Kunci pembicaraan pengaruh adalah bagaimana si pembicara berhasil memanipulasi persepsi atau pengharapan orang lain terhadap kemungkinan mendapat untung atau rugi.
3.      Pembicaraan autoritas adalah pemberian perintah. Bentuknya yang khas adalah ” lakukan X” atau ”Dilarang melakukan X”. Yang dianggap sebagai penguasa yang sah adalah suara outoritas dan memiliki hak untuk dipatuhi.

SIFAT PEMBICARAAN POLITIK
1.      Simbolik (kata-kata dalam pembicaraan politik)
Kegiatan simbolik terdiri atas orang-orang yang menyusun makna dan tanggapan bersama terhadap perwujudan lambang-lambang referensial dan kondensasi dalam bentuk kata-kata, gambar, dan perilaku. Dengan mengatakan bahwa makna dan tanggapan itu berasal dari pengambilan peran bersama, kita meminta perhatian kepada orang untuk memainkan peran. Hal ini berlaku baik bagi lambang politik maupun bagi lambang jenis apapun. Misalnya, orang yang pindah pekerjaan kepada jabatan politik tinggi(presiden, gubernur, anggota DPR, dsb.) akan menggunakan gelar dan kelengkapan kedudukan itu; lambang-lambang itu membantu membentuk kepercayaan, nilai, dan pengharapan sejumlah besar orang mengenai bagamana mereka harus menanggapi jabatan itu. Dengan merangsang orang untuk memberikan tanggapan dengan cara tertentu, untuk memainkan peran tertentu terhadap pemerintah (komunikator politik), dan untuk mengubah pikiran, perasaan, dan pengharapan mereka, lambang-lambang signifikan memudahkan pembentukan opini publik. Sebagaimana lambang dari pembicaraan politik, kata-kata, gambar, dan tindakan komunikator politik merupakan petunjuk bagi orang-orang bahwa mereka dapat mengharapkan sesama warga negara menanggapi lambang-lambang itu dengan cara tertentu yang sudah dapat diperkirakan.

2.      Bahasa
Bahasa adalah suatu sistem komunikasi yang (1) tersusun dari kombinasi lambang-lambang signifikan (tanda dengan makna dan tanggapan bersama bagi orang-orang), di dalamnya (2) signifikasi itu lebih penting daripada situasi langsung tempat bahasa itu digunakan, dan (3) lambang-lambang itu digabungkan menurut aturan-aturan tertentu.
Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama, ia merupakan instrumen pokok dalam menceritakan realitas. Berger, Peter dan Thomas Luckman (dalam Ibnu Hamad, 2004) meyakini bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Dalam komunikasi politik penggunaan bahasa menentukan format narasi (dan makna) tertentu. Fiske (1990) dalam Cultural and Communication Studies, menambahkan bhwa penggunaan bahasa tertentu dengan demikian berimplikasi pada bentuk konstruksi realitas dan makna yang dikandungnya. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur konstruksi realitas dan makna yang muncul darinya. Dari perspektif ini, bahasa bukan hanya mampu mencerminkan realitas, tetap bahkan menciptakan realitas.
Atas dasar itu, bahas (pembicaraan politik) bisa didayagunakan untuk kepentingan politik. Dalam kehidupan politik, para elit politik selalu berlomb menguasai wacana politik guna memperoleh dukungan massa. Kaum propagandis biasanya paling peduli dengan pengendalian opini publik.
3.      Semiotika
Pesan-pesan yang dihasilkan dari hasil pengaruh itu banyak bentuknya dan menghasilkan berbagai makna,struktur,dan akibat.Studi tentang keragaman itu merupakan satu segi dari ilmu semiotika,yakni teori umum tentang tanda dan bahasa.Semiotika membahas keragaman bahasa dari tiga perspektif: semantika, sintaktika, dan pragmatika. Semantika Politik, Semantika adalah studi tentang makana yang dimiliki objek bagi orang yang berpikir dan menanggapi,dan bukan pencarian definisi kata yang intrisik dan universal atau objek yang bernama demikian.
Sintaktika Politik, Suatu sintaksis politik harus memilik aturan dasar jika pembicaraan yang menjamin pembicaraan politik benar pembicaraan yang menjamin pembicaraan. Harus ada jaminan konstitusional terhadap kebebasan mengeluarkan pendapat yang berlaku bagi setiap orang, harus ada pengertian bahwa semua aturan sintaksis politik yang lain tunduk kepada yang pertama.
4.      Pragmatika
a.       Meyakinkan dan membangkitkan massa: pembicaraan politik untuk pencapaian material.
b.      Autoritas sosial: pembicaraan politik untuk peningkatan status.
c.       Ungkapan personal: pembicaraan politik untuk identitas.
d.      Diskusi publik: pembicaraan politik untuk pemberian informasi.

FUNGSI PEMBICARAAN POLITIK
MC Luhan mengatakan bahwa “Medium is the extension of man” (media sesungguhnya adalah perpanjangan instrumen indera manusia). Media ditempatkan sebagai alat untuk sarana akses informasi apapun dalam lingkunganmasyarakat, termasuk politik. “Medium is the message” (media adalah pesan itu sendiri). Dalam konteks politik yang dapat mempengaruhi khalayak, bukan hanya apa yang dikatakan media, tetapi media apa yang digunakan juga mempengaruhi keefektifan komunikasi politik.
a.       Fungsi
·         Fungsi Informasi – Media dijadikan sarana diseminasi informasi yang terkait dengan politik dengan kekuasaan,    serta sosialisasi politik.
·         Fungsi Edukasi – Media dijadikan sebagai sarana pendidikan politik melalui pesan-pesan politik yang disampaikan media.
·         Fungsi Korelasi – Media dijadikan penghubung antara aktor politik dan khalayak melalui isi media yang berkaitan dengan aktivitas aktor poltik.
·         Fungsi Kontrol Sosial – Media sebagai agen kritik atau koreksi terhadap aktor politik atau kegiatan politik.
·         Fungsi Pembentukan Opini Publik berkaitan dengan Persoalan Politik



b.      Peranan
·         Membantu pembentukan memori publik melalui penyampaian informasi yang menambah pengetahuan masyarakat.
·         Membantu menyusun agenda kehidupan yang berhubungan dengan politik dan kepentingan umum.
·         Membantu berhubungan dengan kelompok diluar dirinya (media menjadi mediasi antara aktor politik dengan aktor politik lainnya). Media dalam hal ini menjadi fasilitator.
·         Membantu menyosialisasikan pribadi seseorang, termasuk nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tersebut.
·         Membujuk khalayak untuk menemukan kelebihan dari pesan-pesan politik yang diterima.

PEMBICARAAN DAN CITRA POLITIK
Pemberitaan Politik dan Evaluasi Presiden
Political priming fokus pada ide bahwa isu yang media liput mempengaruhi informasi yang orang gunakan untuk menilai presiden (Iyengar & Kinder, 1987).Ketika menilai seberapa baik kinerja Presiden, masyarakat memiliki potongan-potongan informasi berbeda yang mereka gunakan untuk membuat penilaiantersebut. Ide di balik political priming adalah media tidak mempengaruhi apa yanganda pikirkan, tapi informasi apa yang anda gunakan untuk penila ian anda.
Secara spesifik, jika media fokus utamanya pada hubungan internasional maka isuhubungan internasional dibuat menonjol dan masyarakat menggunakan anggapanmereka tentang sebaik apa kinerja hubungan internasional Presiden untuk menilaikinerjanya secara keseluruhan. Sebaliknya, jika media fokus pada urusan dalamnegeri, maka isu urusan dalam negeri dibuat menonjol dan masyarakat akanmenggunakan anggapan mereka tentang sebaik apa kinerja urusan dalam negeriPresiden untuk menilai kinerjanya secara keseluruhan.

Models of Political Priming 
Teori awal tentang political priming menggunakan availability heuristic untuk menjelaskan efek liputan media pada political priming (Iyengar & Simon, 1993). Liputan media tentang suatu isu mempengaruhi jenis yang diakses dari ingatanketika masyarakat menilai Presiden. Namun, availability explaination belum terbentuk sempurna atau dites secara empiris dalam kajian political priming. Hanya satu model political priming yang terbangun secara cukup untuk menjelaskan hasil political priming  (Scheufele & Tewksbury, 2007). Sama dengan Berkowitz·s (1984) neoassociationistic model, Price & Tewksbury’s (1997) model of political priming berdasarkan ingatan dan peran media dalam meningkatkan aksesibilitas informasidari ingatan. 
Model jaringan memelihara baik aksesibilitas sementara dan terus -menerus tentang konsep mempengaruhi kemungkinan aktivasi mereka. Sebagaitambahan, Price and Tewksbury menggabungkan gagasan applicability informasidalam model mereka. Applicability mengacu pada penilaian relevansi informasi padasituasi saat ini. Jelasnya, jika informasi tidak relevan, maka tidak akan dipakai dalammembuat penilaian politik. Dalam model Price & Tewksbury, konsep yang diaktifkanoleh media dan dinilai berlaku dalam situasi terkini mempengaruhi bagaimana pesanditerima dan diinterpretasikan.Batasan dan Arah Ke Depan

Political Priming 
Salah satu isu yang membingungkan dalam political priming adalah perjalanan waktunya, dimana lebih lama dari yang ditemukan pada cognitive priming. Beberapa penelitian cognitive priming menyebutkan efek priming menghilang 24 jam setelahmedia memberitakan, sedangkan pada penelitian political priming, efek priming dapat berlangsung hingga beberapa minggu. Price and Tewksbury·s (1997) network modeldapat menjelaskan efek priming jangka panjang ini dengan mengasumsikan bahwa pemberitaan media yang berlanjut membuat konsep terakses terus menerus.Fokus lainnya dalam political priming adalah apaka genre media yangberbeda-beda dapat menghasilkan efek political priming. Juga tipe informasi yangdiutamakan dalam pemberitaan. Political priming ditampilkan sebagai ‘hydraulicmodel’ dimana media memancing masyarakat untuk menggunakan informasi tertentu.

Penciptaan Pesan Politik, Citra dan Reputasi
Penciptaan pesan politik tergantung dari segmentasi institusi politik tersebut. Seberapa besar pesan politik yang dapat disampaikan dan diterima oleh masyarakat akan sangat ditentukan oleh seberapa besar kesesuaian pilihan bahasa, media penyampaian, dan komunikasi dengan kondisi riil masyarakat yang menjadi target.
Positioning politik tidak akan dapat dilakukan tanpa adanya proses penciptaan dan komunikasi pesan politik. Pesan politk tidak hanya jargon politik semata, melainkan didalamnya juga secara implicit maupun eksplisit terdapat janji politik yang tercermin pada penetapan tujuan dan harapan yang diberikan setiap kandidat. Biasanya hal-hal itu tertuang dalam kebijakan dan program kerja partai. Karena itu, terdapat keterkaitan yang tinggi, kalau bukannya konsistensi, antara program kerja yang ditawarkan dengan pesan yang disampaikan kepada publik.




Citra Politik di Indonesia
Citra adalah kesan, perasaan, gambaran dari publik terhadap perusahaan atau organisasi; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang, atau organisasi (Canton, seperti disitir Sukatendel, dalam Soemirat dan Ardianto. 2002: 111-112 – dikutip  dari muwafikcenter.blogspot.com). Di Indonesia sendiri citra politik yang tercipta menurut Kacung Marijan, Staf Pengajar FISIP Unair, Surabaya, dalam artikelnya di Media Indonesia (05/08/96) menilai bahwa seiring denan meningkatnya kesejahteraan rakyat, mulai muncul kelompok masyarakat yang sering disebut ‘ the middle class’.
Menurutnya, kelompok yang mulai mandiri secara ekonomi dan polotik ini tidak segan-segan melakukan tuntutan dan berpikiran kritis terhadap hal-hal yang menurut mereka menyimpang. Mereka tidak tahan untuk tetap diam terhadap berbagai kekurangan yang menyelimuti pemerintahan orde baru. Realitas macam ini konon kabarnya memaksa penguasa untuk melunakkan kebijakan-kebijakan politiknya. Hal ini terlihat, misalnya, dari mulai jarangnya penangkapan-penangkapan para aktivis politik yang bersebrangan dengan pemerintah, sebagaimana yang sering dilakukan sampai pada pertengahan tahun 1980-an.
Menurut Kacung, kalau saja sikap pemerintah tidak mengalami perubahan, bisa dibayangkan betapa seringnya proses pengadilan politik, mengingat orang-orang yang bersebrangan dengan pemerintah kian vokal dan jelas. Di Indonesia, setiap menjelang pemilu, kegiatan-kegiatan politik disebutkan ‘selalu meningkat’. Namun nilai peningkatan ini hanya dipandang bahwa saat itu rakyat mulai ambil bagian dengan keikutsertaannya dalam pemilu. Novel Ali, dosen FISIP Undip, Semarang, dalam artikelnya "Citra Politik Kita" (Media Indonesia, 06/06/96), mengemukakan bahwa latar belakang masyarakat Indonesia masih memiliki kecenderungan yang kuat dari lapisan menengah kebawah, untuk menyerahkan diri kepada lapisan atas. Partisipasi politik hanyalah dengan mempercayakan kepentingannya pada pimpinan organisasi yang diakui keberadaannya di era ini.

REPUTASI POLITIK
            Reputasi adalah suatu nilai yang diberikan kepada individu, institusi atau negara. Reputasi tidak bisa diperoleh dalam waktu singkat karena harus dibangun bertahun-tahun untuk menghasilkan sesuatu yang bisa dinilai oleh publik. Reputasi juga baru bertahan dan sustainable apabila konsistensi perkataan dan perbuatan (Basya, dalam Basya dan Sati. 2006: 6). Reputasi diawali dari identitas organisasi sebagai starting point atau titik pertama yang tercermin dalam:
·         Nama perusahaan (logo)
·         Penampilan fisik (sarana dan prasarana): interior, seragam karyawan, alat transportaso, dan lingkungan
·         Materi/media komunikasi: brosur, leaflet, iklan, laporan tahunan, pemberitaan media, majalah ing griya, newsletter, materi presentasi, audio-visual dan lainnya.
·         Non fisik: sejarah perusahaan, nilai-nilai, dan filosofi.\
·         Pola interaksi: dalam berhubungan dengan masyarakat, pengalaman pelanggan dan masyarakat dalam hubungan personal dengan pimpinan dan karyawan perusahaan.
·         Pola pelayanan, gaya kerja dan komunikasi baik internal maupun interaksi dengan pihak luar.
Reputasi mencerminkan persepsi publik terkait mengenai tindakan-tindakan organisasi yang telah berlalu dan prospek di masa datang, tentunya dibandingkan dengan organisasi sejenis atau pesaing.

DAFTAR PUSTAKA
Dan Nimmo, Komunikasi Politik. Bandung: Rosda Karya, 2000.
Ibnu Hamad, Kontruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Granit, 2004.
Jhon Fiske, Cultural and Communication Studies. Yogyakarta: Jalasutra, 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar