Sabtu, 05 November 2011

(Kelas A POL 3) PARADIGMA KOMUNIKASI POLITIK



PARADIGMA KOMUNIKASI POLITIK
Dosen Pengampu
Muhammad Shobarudin, Drs, M.A


  

DisusunOleh :
Jefri Samodro                        (105120501111015)
Tito Teguh Laksono             (105120500111012)
Ahmad Qorbillah                  (105120501111003)
M. Maarif                              (105120507111009)

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011


Model – Model Komunikasi
            Untuk lebih memahami fenomena komunikasi, kita akan menggunakan model-model komunikasi. Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata maupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut. Model jelas bukan fenomena itu sendiri. Akan tetapi, peminat komunikasi sering mencampuradukkan model komunikasi dengan fenomena komunikasi. Sebagai alat untuk menjelaskan fenomena komunikasi, model mempermudah penjelasan tersebut.
Hanya saja model tersebut sekaligus mereduksi fenomena komunikasi. Artinya, ada nuansa komunikasi lainnya yang mungkin terabaikan dan tidak terjelaskan oleh model tersebut. Akibatnya, jika kita kurang hati-hati menggunakan model, model dapat menyesatkan kita. Inilah sisi negatif dari model.
Model adalah gambaran informal untuk menjelaskan atau menerapkan teori. Dengan kata lain, model adalah model adalah teori yang lebih disederhanakan. Oleh karena itu kita memilih unsur-unsur tertentu yang kita masukkan dalam model, suatu model mengimplikasikan penilaian atas relevansi, dan ini pada gilirannya mengimplikasikan teori mengenai fenomena yang dicirikan.
Fungsi dan Manfaat Model
Model memberi teoritikus suatu struktur untuk menguji temuan mereka dalam dunia nyata. Meskipun demikian model seperti juga teori, pada umumnya tidak pernah sempurna dan final. Gordon Wiseman dan Larry Barker (Mulyana, 2008) menyatakan bahwa model komunikasi mempunyai tiga fungsi, yaitu melukiskan proses komunikasi, menunjukkan hubungan visual, dan membantu dalam menemukan dan memperbaiki kemacetan komunikasi.
Deutsch (Mulyana, 2008) menyebutkan bahwa model mempunyai empat fungsi. Yaitu mengorganisasikan (kemiripan data dan hubungan) yang tadinya tidak teramati; heuristik, yaitu menunjukkan fakta-fakta baru dan metode baru yang tadinya tidak diktahui; prediktif, yaitu memungkinkan peramalan dari sekedar tipe ya atau tidak hingga yang kuantitatif yang berkenaan dengan kapan dan berapa banyak; pengukuran, yaitu mengukur fenomena yang diprediksi.
Pembuatan model jelas memberikan manfaat kepada para ilmuwan. Irwin D. J. Bross (Mulyana, 2008) menyebutkan beberapa keuntungan model. Model menyediakan kerangka rujukan untuk memikirkan masalah, bila model awal tidak berhasil memprediksi. Model mungkin menyarankan kesenjangan informasional yang tidak segera tampak dan konsekuensinya dapat menyarankan tindakan yang behasil.
Menurut pendapat Raymond S. Ross (Mulyana, 2008), model memberi Anda penglihatan yang lain, berbeda, dan lebih dekat; model menyediakan kerangka rujukan, menyarankan kesenjangan informasional, menyoroti problem abstraksi, dan menyatakan suatu problem dalam bahasa simbolik bila terdapat peluang untuk menggunakan gambar atau simbol.
Macam-macam model Komunikasi
1. Komunikasi Linear
Model komunikasi ini merupakan salah satu model awal komunikasi yang dikemukakan oleh Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 dalam buku The Mathematical of Communication. Model yang sering disebut model matematis atau model teori informasi ini mungkin adalah model yang pengaruhnya paling kuat atas model yang pengaruhnya paling kuat atas model dan teori komunikasi lainnya.
Mereka mendeskripsikan komunikasi sebagai proses linear karena tertarik pada teknologi radio dan telepon dan ingin mengembangkan suatu model yang dapat menjelaskan bagaimana informasi melewati berbagai saluran (channel). Hasilnya adalah konseptualisasi dari komunikasi linear (linear communication model). Pendekatan ini terdiri atas beberapa elemen kunci yaitu sumber (source), pesan (message) dan penerima (receiver). Model linear berasumsi bahwa seseorang hanyalah pengirim atau penerima. Tentu saja hal ini merupakan pandangan yang sangat sempit terhadap partisipan-partisipan dalam proses komunikasi.
Dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog. Atau juga Model Komunikasi Linear (model komunikasi satu arah) Model ini menggambarkan proses komunikasi dua orang yang satu arah (one way traffic communication). Karena searah maka yang aktif adalah komunikatornya, sementara komunikan lebih bersifat pasif.
Model Shannon Weaver mengasumsikan bahwa sumber infomasi menghasilkan pesan untuk dikomunikasikan dari seperangkat pesan yang dimungkinkan. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran (channel) adalah medium yang mengirimkan sinyal (tanda) dari pemancar ke penerima (receiver).
Dalam percakapan, sumber ini adalah otak. Pemancarnya adalah mekanisme suara yang menghasilkan sinyal berupa kata-kata yang terucapkan, yang ditransmisikan lewat udara sebagai saluran. Penerimanya adalah mekanisme pendengaran, melakukan operasi sebaliknya yang dilakukan pemancar dengan merekonstruksi pesan dari sinyal. Sasaran adalah otak orang yang menjadi tujuan pesan itu.
Model Shanon dan Weaver dapat diterapkan kepada konteks-konteks komunikasi lainnya seperti komunikasi antarpribadi, komunikasi publik atau komunikasi massa. Sayangnya, model ini juga memberikan gambaran yang parsial mengenai proses komunikasi. Komunikasi dipandang sebagai fenomena statis dan satu arah. juga tidak ada konsep timbal balik atau transaksi yang terjadi dalam penyandian dan penyandian-balik dalam model tersebut.
2. Komunikasi Konvergen
Wilbur Schramm merupakan tokoh yang mengembangkan model ini, dimana penekanannya pada proses komunikasi dua arah. Proses komunikasi dua arah berlangsung antara pengirim dan penerima pesan, dimana ada feedback atau umpan balik di dalamnya. Model interaksional komunikasi menjelaskan bahwa pesan kita dibentuk dengan umpan balik yang kita terima dari orang lain dan dengan konteks dalam lingkup interaksi kita.
Dalam model ini, pengirim pesan melakukan proses encoding (menyampaikan pesan menggunakan kode yang dipilih) untuk mengirimkan pesan (message) pada penerima pesan. Kemudian, penerima pesan akan melakukan decoding (merubah kode yang disampaikan oleh pengirim pesan, agar dapat memaknai isi pesan). Kemudian, penerima pesan memberikan feedback atau umpan balik sebagai balasan atas pesan yang sudah dikirimkan. Feedback yang diberikan dapat berupa pesan verbal atau non verbal. Ketika memberikan feedback, penerima pesan berubah peranan menjadi pengirim pesan serta melakukan encoding, demikian pula dengan pengirim pesan awal. Peranannya berubah menjadi penerima pesan, dan akan melakukan decoding.
Proses komunikasi dua arah ini terjadi dalam konteks (lingkungan fisik atau psikologis dimana komunikasi terjadi), oleh sebab itu pasti banyak hal yang dapat mengganggu proses decoding ataupun encoding. Selain itu, dalam proses penyampaian pesan, dibutuhkan channel atau saluran penyampaian pesan. Dalam hal ini, yang paling efektif adalah dengan media tatap muka. Melalui tatap muka, feedback dapat diperoleh secara langsung, dan dapat ditangkap secara verbal dan non verbal.
Model ini juga memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya, semua sistem mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium dari sistem terganggu, segera akan diambil tindakannya. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan.

3. ModelStimulus – Respon (SR)
            Model Stimulus-Respon adalah model komunikasi paling dasar. Model ini dipengaruhi oleh disiplin psikologi, khusunya yang beraliran behavioristik. Model tersebut menggambarkan hubungan stimulus respon.
            Model ini menunjukan komunikasi sebagai proses aksi-reaksi yang sangat sederhana. Bila seorang berkedip kepada seorang wanita, dan wanita itu kemudian tersipu malu, itulah pola  S-R. Jadi model S-R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan – tulisan), isyarat-isyarat nonverbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lainuntuk memberikan respon dengan cara tertentu. Oleh karena itu dapat dianggap proses ini sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan. Proses ini dapat bersifat timbal balik dan mempunyai banyak efek. Setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi berikutnya.
            Sebagai contoh, ketika seseorang yang anda kagumi atau menarik perhatian anda tersenyum kepada anda ketika berpapasan di jalan, boleh jadi anda akan membalas senyumannya, karena anda merasa senang. Pada gilirannya, merasa mendapat sambutan, orang tadi bertanya kepada anda, “Mau kemana?” Lalu anda menjawab, “Mau kuliah”. Ia pun melambaikan tangan ketika berpisah, dan anda membalas dengan lambaian tangan pula. Di kampus, masih mengenang peristiwa yang menyenangkan, anda juga tersenyum-senyum kepada orang lain dan mendapatkan tanggapan dari teman anda, “kok kamu tampak bahagia sekali, sih?” Begitulah seterusnya.
Pola S-R ini dapat pula berlangsung negatif, misalnya orang pertama menatap orang kedua dengan tajam, dan orang kedua balik menatap, menunduk malu, memalingkan wajah, atau membentak. Atau orang pertama melotot dan orang kedua ketakutan.
Model S-R mengabaikan komunikasi sebagai suatu proses, khusunya yang berkenaan dengan faktor manusia. Secara implisit ada asumsi dalam model S-R ini bahwa perilaku (respons) manusia dapat diramalkan. Ringkasnya, komunikasi dianggap statis.Manusia dianggap berperilaku karena kekuatan dari luar (stimulus), bukan berdasarkan kehendak, keinginan, atau kemauan bebasnya.


 DAFTAR RUJUKAN :
1. Mulyana, Deddi. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2008.
2. http://gank_lill.group.friendplay.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar