Sabtu, 05 November 2011

(Kelas A POL 3) SIGNIFIKASI ETIK DAN NORMATI



SIGNIFIKASI ETIK DAN NORMATI
TUGAS INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KOMUNIKASI POLITIK
DOSEN PENGAMPU
MUHAMMAD SHOBARUDDIN,DRS.,MA






DI SUSUN OLEH
HANDARU SUKMONO SINGGIH (105120500111017)
INDRA PRIBADI (105120501111005)
MARWAN LANANG PRADANA (105120500111019)
RIZKI AMALIA (0811250045)


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
            Puji syukur kehadirat allah yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kami,sehingga bisa menyelesaikan bisa menyelesaikan makalah dengan judul ‘Signifikasi etik dan Normatik. Kami ucapkan terima kasih kepada bapak Muhammad Shobaruddin,Drs.Ma selaku dosen mata kuliah komunikasi politik dan pembimbing kami dalam menyusun makalah ini.
            Kami sadar bahwa makalah kami masih kurang sempurna,oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritiknya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

                                                                                                            Malang,1 November 2011

                                                                                                                        Tim Penyusun



i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar                                                                                                                       i  Daftar Isi                                                                                                                              ii
Bab I                                                                                                                                       1
1.1  Latar belakang                                                                                                                  1
Bab II                                                                                                                                      2
2.1 definisi budaya komunikasi                                                                                         2
2.2 Budaya Komunikasi Indonesia                                                                                         4
2.3 Status                                                                                                                                8
2.4 Peran                                                                                                                                 9
2.5 tanggung jawab ilmuwan dan praktisi                                                                              9
2.6 cita cita tatanan hidup terhadap komunikasi politik dan pengembangan sikap
bermartabat ke depan                                                                                                              12
BAB III                                                                                                                                  16
3.1 kesimpulan                                                                                                                        16
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                            17
ii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  latar belakang
Akhir-akhir ini terjadi Pergeseran nilai budaya dan minimnya pagu mutu komunikasi antarmanusia dengan sesamanya berujung miskinnya kualitas budaya komunikasi. Hal itu, secara komprehensif terlihat hilangnya akal sehat penghuni alam raya ini. Kini, nafas kehidupan manusia tengah dihadapkan pada ketidaktentuan arah, kesimpangsiuran makna, dan ketidakpastian nilai bersifat ironis. Ketika sudah tidak ada lagi etika dalam berkomunikasi semua orang dapat saling menjatuhkan satu dengan yang lainnya. Hal ini yang terjadi didunia perpolitikan Indonesia, sudah tidak melihat lagi dia kawan atau lawan mereka dapat saling menjatuhkan untuk merebut kekuasaan. Pola komunikasi yang seperti ini yang dapat merusak nilai budaya dan norma yang ada di Indonesia, hanya demi sebuah kekuasaan mereka melakukan segala cara untuk mendapatkannya. Maka dalam perkembangan jaman seperti ini diperlukan sebuah etika dan norma yang dapat mengatur bagaimana cara orang berkomunikasi dalam sebuah kehidupan politik.








          1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Definisi Budaya Komunikasi

Budaya
            Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Jadi, budaya adalah hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal Dalam bahasa Inggris, budaya disebut dengan culture. Culture berasal dari bahasa latin colere yang berarti mengolah dan mengerjakan. Definisi ini akhirnya berkembang menjadi segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan merubah alam, Guru besar antropologi mendefinisikan budaya adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Ini berarti menyangkut mentalitas atau sistem nilai dalam masyarakat. E.B Tylor mendefinisikan bahwa budaya adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat. Edward T.Hall mengatakan, budaya adalah alat kehidupan bagi manusia, sehingga tak ada satupun kehidupan yang tak tersentuh budaya. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture). Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaedah-kaedah dan nilai-nilai kemasyarakatan yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir dari orang-orang yang hidup bermasyarakat. Cipta menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan, Komunikasi Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti sama, communico, communication, atau communicare yang berarti membuat sama. Istilah communis adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip,
2
Pengertian komunikasi secara umum adalah suatu proses penyampaian pesan dari komunikator (pembicara) kepada komunikan (pendengar) melalui suatu channel (saluran) serta menghasilkan feedback (umpan balik).Komunikasi diartikan secara luas sebagai suatu proses untuk berbagi pengalaman. Budaya Komunikasi :Berdasarkan definisi budaya Edward T.Hall (1959) yang menyebutkan bahwa budaya adalah alat kehidupan bagi manusia. Budaya juga dikatakannya sebagai kepribadian, cara seseorang memecahkan masalah, mengekspresikan diri, cara berfikir, bahkan termasuk juga sistem transportasi, perencanaan kota. Komunikasi dilakukan untuk menyampaikan maksud hati atau keinginan kepada orang lain. Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicara atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Secara umum, bahasa berfungsi sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sama halnya dengan budaya, komunikasi akhirnya dapat memperlihatkan kepribadian dari komunikatornya atau dapat digunakan sebagai ajang mengekspresikan diri serta menyampaikan hasil pemikiran manusia. Ringkasnya dapat disimpulkan bahwa budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Budaya komunikasi akhirnya mengarah kepada pola atau bentuk gaya hidup. Bagaimana komunikasi menjadi suatu budaya yang melahirkan suatu pola atau gaya hidup tersendiri dalam masyarakat. Pola atau gaya hidup ini pun akhirnya menjadi suatu identitas tersendiri bagi suatu masyarakat tertentu termasuk masyarakat Indonesia. Dunia komunikasi juga sering disebut sebagai budaya baru yang diciptakan oleh komunikasi-komunikasi modern. Budaya baru ini dapat menjadi suatu masalah yang rumit karena asalnya dari apa saja yang diungkapkan, disana juga muncul cara-cara berkomunikasi yang baru dengan bahasa-bahasa yang baru, teknik-teknik yang baru dan psikologi yang baru. (Bdk RM no 37). Budaya komunikasi membuat dunia menjadi lebih sempit, jarak jauh menjadi dekat dan apa saja menjadi tidak mudah disembunyikan. Budaya komunikasi juga memungkinkan cepatnya akses penggabungan budaya atau proses akulturasi budaya. Ikatan Sarjana Komunikasi menegaskan bahwa budaya komunikasi harus disesuaikan dengan budaya lokal. Selain itu, budaya komunikasi dapat ditata dengan berbagai konteks komunikasi dan memanfaatkan tokoh masyarakat                                                                                                                                  3
2.2.Budaya Komunikasi Indonesia
Budaya komunikasi di Indonesia secara dominan sifatnya adalah high context culture5. Budaya ini memfokuskan pemberian makna yang sangat tinggi pada konteks atau pesan nonverbal. Budaya konteks tinggi ini membuat masyarakat kurang menghargai pesan verbal (ucapan). Mereka akan lebih mementingkan bahasa tubuh (nonverbal) saat berkomunikasi. Kalau perlu, orang lain (komunikan) diharapkan dapat langsung mengerti bagaimana keinginan si komunikator tanpa harus mengucapkan inti permasalahan yang dimaksud. Untuk mencapai inti dari keinginannya, komunikator budaya konteks tinggi cenderung berbicara memutar. Mereka justru menghindari penyampaian langsung substansi pokok keinginan. Istilahnya, membiarkan orang lain menebak keinginan mereka melalui aspek nonverbal yang lebih dominan ditonjolkan. Sebaliknya, jika ada orang yang mengungkapkan keinginannya secara blak-blakan dan jujur, ia justru dicurigai kasar atau ambisius6. Orang itu cenderung dianggap ”berbeda” atau ”aneh” dalam konteks yang mengarah negatif. Peribahasa yang hidup di masyarakat seperti ”sedikit bicara banyak bekerja”, ”tong kosong nyaring bunyinya”, ”air beriak tanda tak dalam” atau ”sabdo pandita ratu” cukup merefleksikan budaya konteks tinggi masyarakat Indonesia yang tidak menyukai pembicaraan7. Bahasa verbal hanya sekedar dilakukan untuk beramah-tamah, mengingat Indonesia yang terkenal sebagai bangsa yang ramah. Terkadang, yang diucapkan tidaklah terlalu penting untuk diucapkan, bahkan bertolak belakang dengan tujuan komunikasi yang hendak dicapai. Yang penting ngomong atau nyapa. Walaupun, sesuatu yang sudah diucapkan oleh komunikator sebenarnya tidak mengharapkan untuk dipenuhi oleh komunikan. Inilah yang disebut sebagai budaya basa-basi yang telah menjadi trademark tersendiri masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia adalah kumpulan dari individu yang ”unik”. Mereka menyukai keindahan dan kemewahan, terlepas dari kemampuan untuk mencapai sesuatu yang ”indah” dan ”mewah” tersebut. Keinginan untuk bisa seperti bangsa-bangsa maju (baca:negara barat) sangat tinggi, sayang yang ditiru adalah bagian permukaan yang tampak saja. Bagaimana akar atau dasar yang dapat membentuk bangsa itu menjadi maju, kurang digali oleh Indonesia. Gemerlap prestise bangsa maju, seolah membentuk rasa malas untuk mengkajinya (dalam hal ini adalah budaya) lebih dalam lagi. Gejala tersebut menyebabkan masyarakat Indonesia sangat mudah untuk terbawa arus. Globalisasi yang berimplikasi pada perkembangan
                                                                                                                                                        4
teknologi dan komunikasi turut menjadi indikator hal tersebut. Pakar sejarah, Prof Dr Taufik Abdullah mengungkapkan bahwa segala ragam keterbukaan yang diperkenalkan dan dibina oleh proses globalisasi itu, menyebabkan gejala kultural yang tak terelakkan, yakni homogenisasi dari budaya pop. Gejala ini tidak hanya akan menyeragamkan selera, simbol, tapi juga akan melarutkan segala batas identitas diri dalam keseragaman yang dangkal dan fragmentaris.
Sementara itu, kenyataan budaya makin memperlihatkan sifatnya yang pluralistik. Masyarakat Indonesia mau tidak mau juga akan dihadapkan pada situasi homogenisasi kultural yang hegemonik. Siapa yang kuat akan menentukan corak dari keseragaman itu. Ketika ancaman homogenisasi yang menyeragamkan ini semakin luas, lambat laun akan menimbulkan suatu kesadaran akan rasa kehilangan yang tidak bisa diganti yakni kemampuan untuk mendapatkan definisi diri sebagai bangsa. Lewat hegemoni media massa, kebutuhan masyarakat ini akan tampak semakin menjadi-jadi. Media kemudian menjadi “dunia kedua” bagi masyarakat karena isi media merupakan penjelmaan pesan yang dianggap sebagai suatu realitas8.
Kembali pada masyarakat Indonesia yang enggan mengkaji sebelum meniru “budaya” bangsa lain. Era globalisasi membawa masyarakat dunia ketiga pada modernisasi. Padahal, modernisasi adalah hasil rekonstruksi dari negara dunia pertama (barat). Modernisasi menggunakan negara-negara barat sebagai patokan perkembangan negara-negara di dunia. Hal ini memungkinkan proses adopsi, difusi inovasi sehingga menimbulkan perubahan perilaku serta membentuk kebiasaan-kebiasaan baru. Lebih dikenal dengan globalisasi budaya, kecanggihan teknologi komunikasi yang dimekanisasi secara dramatis membuat suatu budaya bisa masuk ke dalam lokalitas-lokalitas yang berbeda sehingga menjadi budaya dunia. Sebagai contoh adalah memakai celana jeans, makan di Mc.Donalds atau minum coca-cola. Ironisnya, negara-negara dunia ketiga menganggap hal tersebut sebagai suatu prestise tersendiri. Serta dapat menunjukkan status sosial yang tinggi. Padahal, di negara barat sendiri, celana jeans dipakai oleh koboy (penggembala sapi) dan Mc.Donalds hanyalah tempat makan untuk masyarakat kelas menengah kebawah, bahkan disebut sebagai makanan sampah (junk food). Dalam hal komunikasi, masyarakat Indonesia justru terlihat ke-minggris atau cenderung menjunjung “bahasa inggris” ketimbang bahasa Indonesia. Lihat saja di dunia pendidikan, bahasa Inggris bahkan menjadi mata pelajaran penting dan turut diikutkan dalam UAN. Bahkan kini berdiri pula sekolah-
                                                                                                                                                                5
sekolah yang memakai standar internasional. Standar internasional bukannya menerapkan kurikulum atau materi pengajaran yang memakai standar internasional, melainkan lebih mem”fasih”kan diri akan bahasa Inggris. Budaya komunikasi semakin carut marut dengan hadirnya tayangan-tayangan yang mencampuradukkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Sebagai contoh adalah MTV. Sebelum terbawa arus global, bahasa Indonesia sebenarnya telah “terusik”. Keanekaragaman bahasa daerah, kurang dapat “menyeimbangkan” bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia khususnya kaum muda lebih suka menggunakan bahasa Indonesia yang sifatnya “jakarta-centris”. Selayaknya bangsa Indonesia lebih mempertimbangkan pernyataan ISKI yang menyebutkan bahwa budaya komunikasi harus disesuaikan dengan budaya lokal.
Budaya komunikasi massa mulai menunjukkan geliat sejak runtuhnya masa orde baru. Era reformasi membangkitkan industri media massa, yang sebelumnya harus selalu bersiap menghadapi SIUPP atau pembreidelan dari pemerintah jika menampilkan sesuatu yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah pada masa itu. Seiring dengan perkembangan teknologi, media massa pun tak terbatas pada media cetak dan siar tapi juga merambah media baru yakni internet. Internet mengandalkan jangkauannya yang tanpa batas, sehingga dapat menarik khalayak lebih luas. Sayang, kehadirannya justru disalahgunakan. Maraknya situs porno, adalah salah satu contoh penyalahgunaan internet. Kebebasan pers juga muncul, yang membuat arus informasi menjadi bebas dan lebih luas. Media massa dapat membentuk pola pikir seseorang akan sesuatu. Pemberitaan di media kadang dibuat untuk menimbulkan opini publik dalam masyarakat. Media massa juga dapat dijadikan sebagai tempat mempertontonkan budaya bahkan dapat menjadi ajang pembentukan budaya baru dalam kehidupan masyarakat. Di Indonesia, pengaruh media massa cukup kuat Budaya komunikasi di media massa saat ini cenderung sarat dengan rumor (tentang suatu kondisi sosial) dan gosip (tentang figur atau individu). Dedy N. Hidayat dalam artikelnya yang berjudul “Rumor dan Ketahanan Komunikasi” di Kompas Online mengatakan bahwa rumor tersebut dapat memicu adanya kerusuhan, prasangka dan konflik sosial, ketidakpastian, kepanikan, serta iklim kehidupan sosial lain yang tidak dikehendaki oleh banyak pihak. Rumor atau gosip yang padat membicarakan orang lain, dapat membentuk masyarakat dengan pola pikir yang penuh dengan prasangka, hanya menerima sesuatu tanpa mengecek kebenarannya. Sekaligus membentuk masyarakat atau individu “omong kosong”. Hal ini juga dapat membentuk ketidaktentuan arah, kesimpangsiuran makna, dan  
                                                                                                                                                        6                            
ketidakpastian nilai bersifat ironis. Inilah yang dapat berujung pada penurunan kualitas budaya komunikasi. Dalam hal politik, “omong kosong” seringkali diucapkan oleh para elite politik. Bagaimana mereka mengumbar janji demi sebuah tampuk kekuasaan. Tidak ada yang melakukan pembicaraan yang menyentuh wacana pemikiran. Saat kampanye lebih banyak melakukan aksi nonverbal yang menyentuh sisi emosional khalayak. Tidak seperti negara barat yang lebih menekankan low context culture. Unsur nonverbal memang penting, namun mereka lebih menghargai unsur verbal saat ingin mengutarakan keinginannya. Konteks verbal pun tidak hanya sekedar mengumbar janji-janji kosong, namun melakukan suatu perbincangan yang sifatnya menggerakkan otak. Sehingga, apa yang disampaikan oleh elite maupun calon elite politik saat kampanye ataupun membahas masalah perpolitikan lebih berbobot dan memancing partisipasi aktif dari khalayak. Secara tidak langsung, partisipasi aktif tersebut tentu saja dapat lebih mencerdaskan khalayak atau masyarakat. Mark Roeloef menyebutkan hakikat politik adalah pembicaraan, konflik kepentingan diturunkan dan diselesaikan melalui pembicaraan. Karena itu, budaya mendudukkan pentingnya pembicaraan dan menghargai perbedaan berpendapat menjadi dasar yang kuat untuk tumbuhnya demokrasi politik. Melalui pembicaraan itulah publik menjadi semakin cerdas. Pemerintah nampaknya belum dapat menerapkan komunikasi yang komunikatif. Komunikasi dialogis sebagai akar budaya komunikasi yang komunikatif belum diterapkan secara konsisten. Masih sering terjadi misscommunication antara masyarakat dengan pemerintah, atau pejabat publik dan anggota dewan yang mengarah kepada keterpurukan bangsa. Atas dasar inilah budaya komunikasi sangat diperlukan keberadaannya untuk menghindari konflik. Dengan mengedepankan budaya komunikasi, para pemimpin bangsa, pejabat publik, dan anggota dewan leluasa mengetahui dan mengatasi berbagai kasus yang menggejala di lingkungan masyarakat. Pejabat publik harus melakukan dialog terus menerus untuk mendapatkan hasil positif berdasarkan kebenaran hakiki. Mereka diharapkan mendengarkan penuh perhatian, mau menjawab pertanyaan dan keluhan, bersedia menjelaskan situasi dan kondisi yang ada secara kontekstual. Satu lagi yang unik dari masyarakat Indonesia. Jika muncul satu fenomena komunikasi yang terdengar “unik”, maka secara cepat hal tersebut akan langsung tersosialisasi dan melekat pada masyarakat. Media sangat memegang peranan penting dalam proses sosialisasi tersebut. Sebagai contoh adalah memasyarakatnya kata “Cape dehh”, “Gitu lohh” atau yang terbaru “Hujan, becek gak ada ojek”. Kesemuanya adalah ungkapan baru dalam bahasa
                                                                                                                                                        7
Indonesia yang bersifat “jakarta-centris”. Tanggapan dari masyarakat pun cukup unik. Mereka terlihat tidak menyukai namun selalu menggunakan kata-kata tersebut dalam setiap kesempatan berinteraksi dengan orang lain.

           
2.3 status
            Status dapat diartikan sebagai kedudukan atau posisi seseorang didalam sebuah kelompok, kedudukan social artinya adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan, prestise, hak hak dan kewajiban yang dimiliki. Status atau kedudukan dibagi menjadi 3
a.      ascribed status
status yang diperoleh melalui keturunan tanpa melihat perbedaan perbedaan rohani dan jasmani, satus ini diperoleh melalui keturunan, contoh, anak seorang bangsawan akan secara otomotis menjadi seorang bangsawan
b.      achieved status
status atau kedudukan yang diperoleh melalui sebuah usaha untuk mendapatkannya, contohnya adalah orang kaya, menjadi orang kaya dengan berusaha dengan berkerja, sehingga statusnya berubah menjadi orang kaya.
c.       Assigned status
Status yang diperoleh karena jasa yang telah dibuat oleh seseorang, seorang pahlawan mendapatkan kedudukan karena jasanya membela Negara

8
2.4 peran
Peranan adalah aspek dinamis dari status, apabila seseorang melakukan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka dia telah menjalankan peranannya, peranan mencakup 3 hal yaitu
-          Pernan meliputi norma norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini melingkupi rangkaian peraturan peraturan yang membimbing seseorang dalam kehisupan kemasyarakatan
-          Peranan adalah konsep tentang apa yang dilakukan individu dalam masyarakat sebagai organisasi
-          Peranan juga dapat disebut sebagai perilaku individu yang berguna bagi struktur social masyarakat

2.5 tanggung jawab ilmuwan dan praktisi
Dunia ilmu pengetahuan ialah dunia fakta, sedangkan life world mencakup pengalaman subjek-praktis manusia ketika ia lahir, hidup, dan mati, pengalaman cinta dan kebencian, harapan dan putus asa, penderitaan dan kegembiraan, kebodohan dan kebijaksanaan. Dunia ilmu pengetahuan ialah dunia objektif, universal, rasional, sedangkan life world adalah dunia sehari-hari yang subjektif, praktis dan situasional.
            Lebih dari itu, yang mau ditunjukkan adalah bahwa kita memang hidup dalam dua dunia ini : dunia ilmu pengetahuan dan dunia praktis. Ilmu pengetahuan menawarkan cara kerja rasional. Prinsip kasualitas misalnya menjadi prinsip rasional dari ilmu pengetahuan. Sementara itu kita juga tidak bisa melepaskan diri dari dunia sehari-hari dan tradisi dengan segala macam bentuk kepercayannya dan prakteknya.
           
                                                                                                      9
Dampak ilmu pengetahuan terhadap life world masyarakat dapat diklasifikasikan kedalam dua kategori. Yang pertama dampak intelektual langsung, terutama perubahan cara
 pandang tradisional terhadap realitas; dan yang kedua dampak tidak langsung, melalui mediasi teknik-teknik ilmiH, terutama teknik-teknik produksi dan organisasi social.
            Rasa ingin tahu akan keterangan mengapa suatu hal terjadi yang kemudian dikait-kaitkan dan digolong-golongkan sehingga hal yang tersendiri itu dapat dianggap mewakili suatu peristiwa yang berlaku lebih umum itulah akhirnya yang membangkitkan sains atau ilmu pengetahuan. Mohr (1977) mendefinisikan sains secara operasional sebagai  suatu usaha akal manusia yang teratur dan taat azas menuju penemuan keterangan tentang pengetahuan yang benar. Oleh karena itu tanggung jawab utama ilmuwan terhadap dirinya sendiri, sesame ilmuwan, dan masyarakat ialah menjamin kebenaran dan keterandalan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dibuatnya dan dapat dinuat oleh sesame ilmuwan lainnya. Dengan demikian selain menjaga agar semua pernyataan ilmiah yang dibuatnya selalu benar, ia harus memberikan tanggapan apabila ia merasa ada pernyataan ilmiah yang dibuat ilmuwan lain yang tidak benar. Tanggung jawab ilmiah seperti ini adalah tanggung jawab masyarakat ilmiah yang lazim dan sudah berlaku turun-temurun. Hal ini pula yang menjadi alasan mengapa seorang ilmuwan seharusnya tidak menerima begitu saja menerima pernyataan seorang ilmuwan lain sebagai sesuatu yang benar, walaupun misalnya ilmuwan yang dihadapinya itu adalah ilmuwan ternama. Dan tidak boleh mengambil keputusan berdasarkan perasaan karena pengembangan ilmu berdasarkan prasangka ini harus dibayar mahal, karena tidak mustahil banyak bakat-bakat terpendam telah salah diarahkan ketika lulus dari sekolah dasar dan tidak muncul di permukaan sebagai kaum yang cerdik pandai.
            Kita dapat menegaskan kembali bahwa tujuan sains ialah menemukan pengetahuan yang benar mengenai berbagai keadaan alam semesta. Kewajiban batiniah seorang ilmuwan ialah memberikan sumbangan pengetahuan baru yang benar saja ke kumpulan pengetahuan benar yang sudah ada, walaupun ada tekanan-tekanan ekonomi atau social yang memintanya untuk tidak melakukan hal itu karena tanggung jawabnya ialah memerangi ketidaktahuan, prasangka, dan takhayul di kalangan manusia mengenai alam semesta ini.
10
            Oleh karena itu di kalangan masyarakat ilmuwan ada sekumpulan pedoman kerja yang disepakati harus diikuti oleh seorang ilmuwan yang terhormat. Pedoman kerja itu secara ringkas mencakup butir-butir berikut :

1.     Bekerjalah dengan jujur.
2.      Jangan sekali-kali menunggangi data.
3.      Selalulah bertindak tepat, teliti dan cermat.
4.      Berlakulah adil terhadap pendapat orang lain yang muncul terlebih dahulu.
5.      Jauhilah pandangan berbias terhadap data dan pemikiran ilmuwan lain.
6.      Jangan berkompromi tetapi usahakanlah menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan tuntas.









11
2.6 cita cita tatanan hidup terhadap komunikasi politik dan pengembangan sikap bermartabat ke depan
5 Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Efffective Communication) yang kami kembangkan dan rangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.
Hukum # 1: Respect
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim. Bahkan menurut mahaguru komunikasi Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa "Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai." Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi), yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan. Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggenggam orang dalam telapak tangannya. Charles Schwabb, salah satu orang pertama dalam sejarah perusahaan Amerika yang mendapat gaji lebih dari satu juta dolar setahun, mengatakan bahwa aset paling besar yang dia miliki adalah kemampuannya dalam membangkitkan antusiasme pada orang lain.
                                                                                                                                                      12
Dan cara untuk membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain melakukan hal-hal terbaik adalah dengan memberi penghargaan yang tulus. Hal ini pula yang menjadi satu dari tiga rahasia manajer satu menit dalam buku Ken Blanchard dan Spencer Johnson, The One Minute Manager.
Hukum # 2: Empathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand understand then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran (marketing) memahami perilaku konsumen (consumer's behavior) merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku konsumen, maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari konsumen. Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam membangun kerjasama tim. Kita perlu saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim kita. Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun teamwork. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima. Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain.
                                                                                                                                                       13
Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh
karena itu dalam kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass media advertising) diperlukan kemampuan untuk mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi atau penerima pesan.
Hukum # 3: Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan.
Hukum # 4: Clarity
            Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Ketika saya bekerja di Sekretariat Negara, hal ini merupakan hukum yang paling utama dalam menyiapkan korespondensi tingkat tinggi.
Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.
       14
Hukum # 5: Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Dalam edisi Mandiri 32 Sikap Rendah Hati pernah kita bahas, yang pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar
dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.










15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
                   Dalam kehidupan politik saat ini, komunikasi sangat penting digunakaan untuk menjalankan sebuah perpolitikan yang baik, yang dimana didalamnya harus terdapat etika dan norma sehingga komunikasi politik dapat berjalan dengan baik, selain itu dalam berkomunikasi politik harus melihat status dan peran setiap orang sehingga dalam berkomunikasi dapat sesuai dengan apa yang dituju, dan dalam peningkatan komunikasi politik agar lebih baik dimasa depan maka diperlukan para ilmuwan dan praktisi yang siap meneliti, dan menemukan jawaban untuk berkomunikasi politik yang baik, dan untuk itu dalam berkomunikasi politik seseorang harus memiliki 5 hal, yaitu respect, empaty, humble, audible, dan clarity.











16
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto,S,1990. Sosiologi Suatu Pengantar. penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

---------------,2008. Detik-Detik Nasional Sosiologi.Penerbit Intan Pariwana. Jakarta

Koentjaraningrat.1979. Pengantar Antropologi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta

















       17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar