Minggu, 06 November 2011

Sejarah Riset Komunikasi Politik (A-IK-5)

Komunikasi Politik A. IK 5
Arya Dipta Harsa A.       (0811220061)
Dedhy B. Trunoyudho       (0811223014)
Haris Karismanda              (0811223104)
Marchiando Wicaksono P. (0811220112)
Meisa Holidi                        (0811223039)



1. Sejarah Riset Komunikasi Politik
Komunikasi politik (Kompol) sebagai suatu studi mandiri barulah ada pada awal dasawarsa 1950-an. Sebagaimana yang Nimmo dan Sanders bahwa pada tahun 1956 adalah merupakan usaha yang pertam untuk menampilkan “ Komunikasi Politik” sebagai salah satu dari tiga proses Intervening (yang dua lagi adalah : kepemimpinan Politik dan struktur kelompok) yang mana pengaruh politik dimobilisasikan dan ditransmisikan antara lembaga pemerintahan formal di satu pihak, dengan perilaku voting warga di lain pihak.
Aristoteles dalam karyanya yang berjudul “Politics and Rhetoric” membahas secara sistematis mengenai seni berpidato yang menjadi cikal bakal persuasi politik. Niccolo Machiaveli dalam bukunya Il Principle atau sang penguasa. Hocmuth dan Brigance dengan karya mereka The history and criticism of America public address dan para editor dari The quarterly journal of speech yang terbit pertama kali pada tahun 1915.
Dari filsafat lahirlah aliran aliran pemikiran yang bersifat eksistensial, fenomenistik, yang menghasilkan penekanan penekanan pada teori kritikal dalam komunikasi politik. Secara keseluruhan, diikat oleh sumber sumber subtansif yang beraneka, terdapat unsur unsur yang memberikan suatau karakter disiplin yang distink bagi kajian komunikasi politik.
Fagen (1966) dalam bukunya Politics and communication Boston: Little Brown Company mendefenisikan lain dia mengatakan bahwa : Komunikasi Politik sebagai segala komunikasi yang terjadi dalam suatu system komunikasi politik dan anatara system tersebut dengan lingkungannya, cakupannya meliputi studi mengenai jaringan komunikasi (Organisasi, Kelompok Media Massa, dan saluran saluran Khusus) dan determinan sosial ekonomi dari pola pola komunikasi yang ada pada system yang dimaksud.
Pada dasarnya Komunikasi politik merupakan gabungan dari dua ilmu yang sama sama berasal dari tradisi ilmu sosial yaitu Ilmu komunikasi dan politik yang mana dalam perkembangnnya tak dapat dinafikkan bahwa di dalam ranah politik proses komunikasi menempati posisi yang penting. Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentuka bersama oleh lembaga-lembaga politik . ( Astrid S. Susanto )
Harold D. Lassweel (1902-1980) semasa hayatnya Lasswell banyak menulis buku yang mencakup bidang politik dan komunikasi di antara karyanya paling terkenal ialah The structure and Functions of communication society di mana di situ ia mengajukan sebuah rumus yang sangat banyak dipakai oleh mereka yang berkecimpung dalam dunia ilmu Komunikasi yaitu ; Who says what, to whom, with what channel and with what effect. Pengaruh rumus ini dalam para pengkaji ilmu politik hingga kini masih dapat terlihat yang kemudian dikenal sebagai Lasswellian framework dan juga salah satu karya dari Lasswell yaitu : politics : who gets what, when, how, dipengaruhi pleh rumus ini juga.
Almond adalah Professor Ilmu Politik di Stanford University ia merupakan penyumbang yang bermakna dalam rangka pemahaman komunikasi Politik dalam suatu system politik melalui tulisannya bersama dengan Tokoh lain seperti Coleman (1960) Verba (1966) , Powell (1963 dan 1978) ia telah meletakkan dasar dasar konseptual untuk menganalisis dan memahami fungsi komunikasi dalam tatanan suatu system politik.
Kemudian Pye merupakan tokoh yang patut dicatat sebagai pelopor dalam menjembatani pemahaman komunikasi dalam konteks pembangunan politik. Karyanya yang terkenal adalah : Communication and Political Development, (Princeton University Press , 1963) dan Communication and Political Power in Indonesia (sebagai Editior bersama dengan Karl D. Jackson; Berkeley. CA : University of California Press , 1978) yang merupakan batu tapal yang penting dalam perjanalan pengkajian komunikasi politik..


  1. Sejarah Perkembangan Konseptualisasi Komunikasi Politik
Surat kabar adalah instrumen utama komunikasi politik, dari abad yang ke delapan belas sampai pertengahan abad ke dua puluh. Selama periode ini, koran menjalani peran sebagai reporter/pelapor berita-berita politik dan cara bekerjanya badan atau organisasi politik, sebuah platform dalam mengekspresikan opini politik, sebuah instrumen bagi organisasi politik dan mobilisasi dan untuk menempa ideologi, sebuah senjata jika ada konflik di dalam partai, sebuah kritik dan Watchdog atau ’anjing penjaga’ bagi tindakan pemerintah, dan sebagai instrumen pemerintah untuk memberi informasi dan pengaruh.
Studi atas komunikasi politik dalam abad yang ke dua puluh, diluar cerita munculnya terbitan koran politik, telah dibentuk oleh tren ke arah “politik massa” yang didasarkan pada hak pilih universal di dalam masyarakat yang terorganisir secara birokratis dalam skala besar (Mills 1955). Trend ini telah menempatkan suatu keadaan yang baik pada kapasitas pemimpin politik untuk mengatur arah pilihan individu pada sebagai besar warga negara, yang mana ikatan yang ada bersifat jauh atau hanya di permukaan saja. Terhadap latar belakang ini, pembahasan yang utama yang telah ditentukan ialah : peran dan pengaruh media massa yang bersifat komersial, khususnya mempengaruhi keseimbangan kekuatan di antara pemerintah ‘borjuis’ yang sudah mapan dan tantangan kaum sosialis dan radikal; persoalan ‘propaganda’ – penggunaan yang masif dan teroganisir terhadap semua bentuk komunikasi moderen oleh pemegang kekuasaan untuk mendapatkan dukungan populer; dan pengembangan kampanye pemilu yang terencana dan profesional menggunakan alat-alat dan teknik komunikasi yang baru dan jajak pendapat.
Seymour-Ure (1974) telah mengemukakan pendapatnya, ada 3 dasar utama dalam hubungan politis antara koran dan partai:
1.      Korespondensi organisasional – koran itu milik partai, dan dirancang untuk mencapai tujuan partai.
2.      Mendukung tujuan sebuah partai- sebuah koran dan menentukan untuk memilih secara editorial untuk mendukung sebuah partai dan secara konsisten mendukung kebijakannya.
3.      Korespondensi antara pembaca dan dukungan yang telah diberikan kepada sebuah partai- untuk alasan lain selain yang telah disebutkan, sebuah koran mungkin saja menarik pembacanya dari sebuah kelas atau sektor sosial yang utamanya menyandarkan diri pada arah politik tertentu, tanpa adanya pilihan politis yang sadar yang telah dibuat.
Studi modern terhadap komunikasi politik sebenarnya dimulai dengan studi propaganda, khususnya sebagai respon terhadap penggunaan yang dibuat oleh alat baru komunikasi (media dan film) selama dan sesudah perang dunia pertama untuk memajukan patriotisme dan juga ideologi lain diantara media massa nasional.
Kondisi-kondisi komunikasi publik yang akhir-akhir ini berubah terlihat memerlukan revisi gagasan yang lebih lanjut. Kecenderungan waktu ( karena adanya kepentingan ekonomi-industri yang dicatat) mengarah pada multiplikasi semua macam jalur komunikasi, dan pilihan yang lebih banyak pada ‘konsumer’, berkurangnya regulasi dan pengendalian, dan lebih banyak komersialiasi sistem media. Perubahan-perubahan ini menawarkan kesempatan yang lebih banyak kepada individu-individu untuk menemukan informasi dan gagasan yang dia sukai, tetapi mereka mungkin bisa menawarkan kemanfaatan lebih sedikit untuk mewujudkan sumber politik ( partai dan politisi), yang mungkin merasakan lebih sulit mendapatkan akses dari target yang dipilihnya. Dunia politik harus bersaing, dengan menghadapi ‘pasar audiens’ yang sama, dengan barang-barang komunikasi yang lebih populer. Hasilnya mungkin, massa politik yang kurang mendapatkan informasi, dan jurang pemisah yang lebar antara minoritas sumber daya yang aktif dan terkait dan mayoritas yang melepaskan diri dari institusi politik. Di sisi yang lain, jumlah komunikasi politik telah menunjukkan setiap tanda kenaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar